Jumat, 17 Juli 2015

Simpati atau Empati

Ini malam lebaran yang gloomy. Karena kabar bocah ini, Sasli, sedang koma di rumah sakit. Bocah ini awalnya cuma pacarnya, sekarang suaminya, temen kerja. Kalo nggak kerja bareng Rina mungkin nggak akan pernah kenal Sasli.

Karena ini itu dan anu, mengenal Sasli jadi terasa istimewa. Meskipun nggak akrab sampe lengket, buat aku dia seperti adik. Yang diingat sekali-sekali. Awalnya kasian, kondisi fisiknya belakangan ini yang digerogoti sakit, makin lama makin mengingatkan aku sama almarhum kakak.

Setiap kali Rina cerita, aku berusaha menegarkan diri biar nggak ikut nangis. Tapi pas menceritakan ulang sama mama di rumah, aku jadinya mesti mewek. Kasian sama nasib Sasli, bukan cuma soal sakitnya.

Maka sore ini, waktu aku share di grup kantor, minta bantuan doa buat kesembuhan Sasli, trus masih ada temen yang telat respons atau salah respons (baca : becanda soal gambar lucu), nggak tau kenapa aku kecewa. Dimana empati mereka?? Atau senggaknya simpati mereka??

Mungkin karena mereka bukan aku. Yang merasa mengenal baik Sasli, yang tau soal cerita hidupnya yang kurang beruntung, yang punya kakak meninggal karena penyakit yang hampir sama.
Lebih lagi mereka bukan Rina, istrinya. Yang baru setahun nikah. Yang setelah nikah justru harus mikul beban karena penyakit suaminya makin hari nggak pernah membaik.

Menempatkan diri pada posisi orang lain, kadang memang sulit ya? Apalagi posisi susah. Dan yang penting lagi, kepedulian nggak bisa dipaksakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar