Rabu, 11 Juni 2014

Unreachable Paper Crane

I still remember that day,

February, 2013.

Waktu itu aku harus jauh dari rumah, karena tugas pendidikan singkat dari kantor.
Aku ingat, orang yang kuhubungi lewat telepon cuma mama, kamu, mama, kamu lagi.
Hhh.. aku memang nggak punya banyak orang kan, dek?

Kemudian, suatu malam, saat aku hampir lelap, teleponku berbunyi, itu dari kamu.
Eh? Kepencet kah? Miscall mungkin ya?
Lalu ku-reject, bermaksud menghubungimu balik.
Tapi lagi-lagi ada panggilan masuk darimu.
Telepon beneran nih, ngeyel gini..

Aku spontan terbangun dari tempat tidur hotel yang nyaman, bahkan refleks terduduk di karpet hotel yang tak kalah nyaman, waktu mendengar isak tangismu malam itu, dek..
"Hei.. jun-chan kenapa?"
Lalu kamu bercerita, kamu sedang berkutat dengan tulisanmu yang berjudul Burung Kertas, masih sambil menangis. Demikian emosionalnya cerita fiksi itu, sampai akhirnya kamu, penulisnya, larut dalam air mata.

Aku speechless waktu itu, dek.. Mbakmu ini bukan ahli sastra, bukan book freak yang sanggup memahami bagaimana emosi si penulis saat tangannya menggores karya.
Jadi waktu itu aku bilang saja,
"Ya udah, berenti dulu nulisnya ya.. jun-chan tidur aja, besok nulis lagi.. ya.."
Aku lupa berapa kali kalimat itu kuulang, untuk memastikan kamu benar-benar menutup laptopmu.

Waktu itu, setelah menutup telepon, aku bahkan masih mengirim pesan singkat, memintamu tidur, berhenti menangis, karena sungguh, ada yang sakit di hatiku mendengarmu seperti itu..

Itu dulu, lebih setahun yang lalu..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar